SEJARAH
ALIRAN HUKUM LAUT
Pada
abad ke-17 telah lahir dua ajaran (doktrin) di bidang hukum laut internasional,
yaitu ajaran Mare Liberium, yang menegaskan bahwa laut tidak bisa
dimiliki oleh siapa pun; dan Mare Clausum, yang menyatakan bahwa
laut dapat dimiliki. Pendapat pertama dianut Belanda, dan yang kedua, antara
lain, dianut Inggris, Spanyol, dan Portugal. Kedua ajaran ini pada hakikatnya
sama dengan teori res nullius (mare clausum), dan res communis (mare liberium).
Kedua
ajaran ini timbul akibat dari pertentangan Belanda atas penguasaan laut di
dunia oleh Portugal dan Spanyol, serta tuntutan Inggris atas kawasan Mare
Anglicanum. Pertentangan antara Negara-negara ini terutama antara Belanda dan
Inggris menimbulkan the Battle of books (perang buku).perang
buku ini berlangsung kurang lebih 50 tahun dan berakhir dengan terjadinya
perang antara Inggris dan Belanda pada tahun 1665. Perang buku ini umumnya
berkisar pada dua teori tersebut.
1.
Mare Liberum
Sebenarnya,
sebelum terbit dan dikembangkannya ajaran Mare Liberum dalam tahun 1609 oleh
Grotius, ajran ini telah dianut oleh Negara-negara lain. Selama abad ke-16 Ratu
Inggris, Elizabeth menganut teori ini. Francoise Alfonso Castro dalam
bukunya De Potestate Legis Poenalis, Vasculus Menchaca (1509-1569) di
Portugal dalam bukunya Controverslae Illustris, Alberto Gentilldi
Italia dalam bukunya de Jure Belli menganut teori ini.
Di
antara penulis penganut teori ini yang paling terkenal adalah Hugo de Groot,
yang menulis pandangannya mengenai kebebasan laut dalam bukunya Mare Liberum
yang terbit tahun 1608 tersebut. Sesuai ajarannya tentang mare liberum,
Grotius berpendapat laut tak dapat dimiliki oleh negara. Pendapat ini
sejalan dengan konsepsinya mengenai pemilikan (ownership). Menurutnya,
ownership (termasuk laut) hanya dapat terjadi melalui possession,
dan possession hanya bisa terjadi melalui pemberian atau melalui occupation.
Occupation atas barang-barang bergerak dapat terjadi melalui hubungan fisik
atas barang tersebut, sedangkan occupation atas benda tidak bergerak dapat
terjadi dengan membangun sesuatu di atasnya (“by power of standing and
sitting). Karena itu pemilikan hanya dapat terjadi atas barang-barang yang
dapat dipegang teguh. Dan untuk dapat dipegang diteguh benda-benda tersebut
harus ada batasnya. Laut adalah sesuatu yang tidak berbatas, karena itu tidak
dapat diokupasi. Selain itu laut itu cair, dan sesuatu yang cair hanya dapat
dimiliki dengan memasukkan ke tempat yang lebi padat (peraliud). Dengan
demikian, tuntutan pemilikan laut berdasarkan penemuan (discovery),
penguasaan dalam jangka waktu lama (prescription) ataupun servitude tak
dapat diterima karena semua itu bukan alas an untuk memperoleh ownership atas
laut. Meskipun demikian, Grotius mengakui bahwa anak laut, inner sea, dan
sungai sekalipun cair dapat dimiliki karena ada batasnya, yaitu tepinya dapat
dianggap sebagai per allud.
2.
Mare Clausum
Ajaran
Grotius mengenai mare liberum sebagaimana disebutkan di atas mendapat tantangan
dari berbagai penulis sejamannya. Mereka antara lain Gentilis, William Welwood,
John Borough, Paulo Sarol, dan John Shelden. Tantangan atas ajaran Grotius
mencegah kemenangan teorinya atas kedaulatan pada bagian-bagian tertentu dari
laut bebas pada waktu itu. Kemajuan yang dibuat berdasarkan teori mare liberium
hanya dalam satu hal, yaitu kebebasan pelayaran (freedom of navigation) di
laut.
Yang
terpenting dari para penentang Grotius adalah John Sheldon. Penentangnya ini
dikemukakan dalam bukunya “Mare Clausum: the Right and Dominion In the Sea
(1636). Menurut Sheldon, okupasi memang penting bagi kepemilikan. Namun,
sejarah telah membuktikan bahwa Negara-negara telah menjalankan kekuasaan
mereka atas lautan, dan karena itu melalui prescription itu dapat dimiliki.
Karenanya laut itu bukan mare liberium tetapi mare clausum. Sifatnya yang cair
tak menyebabkan laut tak dapt dimiliki, karena sungai dan perairan di sepanjang
pantai yang cair diakui dapat dimiliki.
3.
Jalan Tengah
Kenyataan
membuktikan bahwa dalam berbagai bidang pertentangan pendapat kerap melahirkan
pendapat ketiga yang bersifat ecletic yang mencari jalan
tengah dengan menggabungkan sisi-sisi positif dari teori-teori yang saling
bertentangan itu.
Dalam
kaitannya dengan dapat tidaknya laut dimiliki ternyata, kedua teori tersebut
tak dapat mempertahankan ajarannya dengan kaku dan konsekuen. Grotius misalnya,
dalam De Jure Bell ac Pacis (1625) menyatakan bahwa laut di
sepanjang pantai dapat dimilki sejauh dapat dikuasai dari darat. Demikian
pula Shelden. Selain mengakui hak Inggris atas Mare Anglicanum juda mengakui adanya
hak lintas damai (innocent pessage) di laut-laut yang dituntut itu.
Dengan
demikian, maka pada masa itu telah diakui ada bagian laut yang dapat dimiliki,
yaitu bagian laut yang sekarang disebut laut wilayah dan jalur-jalur laut
lainnya seperti jalur perikanan; dan laut yang tak dapat dimiliki oleh siapapun
(laut bebas). Dalam abad ke 18 semua penulias, mengadakan pembedaan laut atas
kawasan laut (maritime belt) yang dianggap berada di bawah kekuasaan
negara-negara pesisir (the litoral state), dan laut bebas (open sea)
yang tidak berada di bawah kekuasaan negara lain. Pontanus seorang ahli hukum
Belanda, menyebut laut-laut yang dapat dimiliki mare audience, dan laut yang
tidak bisa dimiliki mare alterium.
Persoalannya
adalah berapa jarak laut yang dapat dimiliki. Ini baru dapat dipecahkan pada
tahun 1702 ketika seorang ahli hukum Belanda, Binkhersoek, mengemukakan teoricanon
shot rule. Menurutnya, laut wilayah suatu negara adalah sampai jarak
tembakan meriam dari pantai. Tampaknya ajaran ini pertama-tama dilandasi dari
pengawasan nyata dari pelabuhan atau perbentengan terhadap kawasan laut yang
berdeatan dengan pantainya.
Ajaran
ini dikemukakan di bukunya De Dominio Maris Disertasio. namun ajarannya
ini belum secara pasti menentukan berapa mil jarak laut yang dapt dimiliki oleh
negara. Untuk itu para penulis waktu itu berupaya mendapatkan patokan yang sama
dengan atau pengganti dari jarak berdasarkan jangkauan meriam tersebut. Dan,
seorang penulis Italia, Gallani (1872) mengusulkan batas 3 mil atau 1 league
Italia sebagai pengganti dari jarak jangkauan meriam tersebut. Batas ini diakui
oleh Amerika Serikat dalam Notanya kepada Inggris dan Perancis. Pada 8 Nopember
1873, dalam kaitannya dengan netralitas, dan selama dan setelah perang
Napoleon, prize court (pengadilan penyitaan kapal) Inggris dan Amerika Serikat
menerjemahkan the canon shoot rule, ke dalam 3 mil laut, atau
tiga kali 1852 meter.
Sementara
itu sepanjang abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 sebagai akibat dari pelayaran
negar-negara lain (selain Portugal, Spanyol dan Belanda = pen) perjuangan
kebebasan di laut semakin berat, dan pada akhir kwartal pertama abad ke-19
kebebasan di laut bebas itu diakui secara semesta. Inggris sendiri yang semula
menjadi penentang konsep laut bebas mengurangi tuntutan kedaulatan maritimnya,
dan menjadi pemimpin baru kebebasan di laut bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar